Cara canggih memahami Pemikiran Konsumen
Pikiran dan perasaan konsumen adalah misteri yang tiada habisnya. Pemasar, baik sendiri maupun meminta bantuan perusahaan jasa riset, melakukan riset pemasaran untuk mencoba membongkar apa yang ada di benak konsumen. Akan tetapi, banyak cerita duka mengenai ini. Survei dijalankan, kuesioner disebar, grup focus diadakan dan analisis digelar.
Kemudian, apa yang terjadi? Jawaban yang diberikan konsumen kerap tidak sesuai dengan yang nantinya mereka lakukan. Mereka mengatakan suka, tapi ternyata memilih barang lain. Mereka mengakuakan membeli, tapi sudah diberi diskon pun tidak tertarik. Hasilnya? 80% lebih produk dan jasa yang diluncurkan oleh produsen berakhir dengan kegagalan. Paling banter, hasilnya jauh dibawah proyeksi. Padahal, riset yang dilakukan menggunakan teknik yang pelik, biaya yang tidak sedikit, serta makan waktu dan melelahkan.
Mengapa ini bisa terjadi? Apakah sesungguhnya konsumen tidak memahami apa yang mereka inginkan? Buku karang Gerald Zaltman ini mencoba membeberkan semuanya. Pada tingkat tertentu, konsumen pada dasarnya tahu apa yang mereka inginkan. Hanya saja, cara-cara yang lazim digunakan pemasar sekarang kurang mampu mengungkap lebih dalam apa yang ada di benak konsumen.
Zaltman, Direktur The Mind of the Market Lab, Mind Brain Behavior Initiative, Universitas Harvard, membuka pembahasan bukunya dengan menyadarkan para pemasar tentang 6 anggapan keliru pemasar terhadap konsumen, yaitu :
Konsumen berpikir dengan well-reasoned dan linier. Konsumen dianggap penuh pertimbangan, kemudian secara sadar menggunakan pertimbangan itu untuk menilai atribut produk. Konsumen juga dikatakan memproses berbagai informasi yang ada di sekitarnya dengan cara yang logis.
Konsumen berada dalam psosisi “siap” untuk menjelaskan pikiran dan perilaku belanjanya, ketika ditanya. Ingatan, emosi dan pemikiran yang dihasilkan serta berbagai proses kognitif lainnya, ditentukan secara sadar.
Pikiran-otak-tubuh dan aspek social (mind-brain-body-society) konsumen dapat memberi makna bila dipelajari secara terpisah.
Ingatan (memori) konsumen dapat secara akurat mewakili pengalaman-pengalaman mereka.
Pelanggan berpikir dalam bentuk kata-kata. Bahasa kita memengaruhi cara kita berpikir, karena itu jawaban-jawaban verbal konsumen atas kuesioner dijadikan acuan.
Konsumen dapat dicekoki dengan segala pesan komunikasi oleh perusahaan dan mereka akan menginterpretasikan pesan-pesan ini sesuai dengan keinginan pemasar.
Keenam hal inilah yang digugal Zaltman dalam keseluruhan isi buku dengan temua-temuan ilmiah mutakhir. Semuanya menunjukkan, paradigma yang selama ini dipegang pemasar harus ditinjau ulang. Tentu saja, gugatan ini bukan untuk mengatakan bahwa memahami konsumen kini lebih mudah.
Konsumen tetap berupa system yang sangat kompleks untuk dipahami secara lengkap. Namun yang jelas, cara-cara yang selama ini dijalankan jangan terlalu diandalkan, kalau kita mau memahami konsumen dengan benar. Dengan nada setengah mencemooh Zaltman mengatakan, pemasar dengan cara konvensional seperti pemabuk yang pada malam hari mencari kacamanya bukan ditempat benda itu jatuh, melainkan di tempat terang.
Untuk mendukung ide-idenya, Bab 2 yang bertajuk A Voyage to a New Frontier (hlm. 27) mengajak kita memahami dukungan ilmu sarat (neuroscience) terhadap ilmu pemasaran. Berbagai fakta tentang otak dibahas disini. Pengetahuan tetang organ dengan 100 miliar saraf dan sekitar 1 juta koneksi ini konon adalah dukungan ilmu biologi yang paling penting dalam pemasaran. Dan di sini, Zaltman, yang juga Profesor Pemasaran Universitas Harvart, mengingatkan bahwa kita harus melihat pikiran-otak-tubuh-elemen social, sebagai satu kesatuan.
Dengan ilmu saraf pula ia menunjukkan bahwa pikiran, emosi dan pembelajaran lebih banyak terjadi tanpa kita sadari. Yang agak mengentak di sini adalah temuan bahwa manusia berpkkir lebih banyak berdasarkan pencitraan, bukan kata-kata. Ketika suatu rangsangan, seperti aroma kopi misalnya, memicu elektrokimia di otak kita bereaksi, yang muncul di pikiran kita mungkin gambaran kita sedang duduk di rumah sambil membaca Koran! Hal tersebut, ditambah dengan lebih banyaknya aspek nn verbal yang menentukan suksesnya komunikasi, berimplikasi pada cara-cara bertanya kita pada konsumen. Kita tidak boleh gegabah menyimpulkan jawab-jawaban atas kuesioner riset pemasaran kita.
Dengan pemahaman di atas, kita diajak lebih dalam mengarungi Bagian 2 Buku ini (Understanding the Mind of Market). Ba 3, Illuminating the Mind, Consumers Cognitive Unconscious) merinci paradigma baru yang diuraikan Zaltman. Contoh-contoh tentang proses kognitif konsumen yang lebih banyak dipengaruhi pikiran bawah sadar dikemukakan pada bagian ini.
Misalnya, tentang penelitian terkait yang mengungkapkan bahwa 95% keputusan kita ditentukan oleh pikiran bawah sadar. Jadi, keputusan kognitif konsumen sebenarnya digiring oleh pikiran bawah sadar. Artinya, konsumen sering tidak menyadari proses pengambilan keputusan pembeliannya. Dengan demikian, pemasar memang harus punya cara khusus untuk menggali alam bawah sadar konsumen.
Cara-cara mengungkap alam bawah sadar itu ditunjukkan secara runtut pada Bab 4, 5, 6 dan 7. Bab 4, Interviewing the Mind/Brain: Metaphor Elicitation (hlm.73), menjelaskan bagaimana menggunakan metafora dalam kuesioner penelitian. Metafora yang cukup banyak digunakan dalam komunikasi pemasaran harus digalakkan lagi penggunaannya dalam teknik-teknik wawancara. Oleh Zaltman, riset-riset linguistic dijadikan basis untuk mendukung ide-ide pada bab ini. Seuanya tak lain dalam rangka menggali pikiran dan perasaan terdalam konsumen. Contoh-contoh da apendiks konsep yang ditawarkan.
Pada Ban 5, Interviewing the Mind/Brain: Response Latency and Neuroimaging (hlm. 111), Zaltman menyadikan konsep-konsep yang dapat digunakan untuk mengungkap pkiran konsumen dengan ilmu saraf. Di sini, pembahasan memasuki wilayah teknis, tapi tetap mudah diikuti. Bab 6, Come to Think of It proses kognitif bawah sadar.Ketika keduanya menjadi satu bundle, asosiasi (yang banyak digunakan untuk komunikasi) bisa dimanfaatkan pemasar. Pembahasan serupa diperdalam di Bab 7, Reading the Mind of Market, Zaltman menawarkan penggunaan Concencus Map untuk merancang, mengelola asosiasi yang ingin kita ciptakan di benak pelanggan.
Bab 7, 8, 9 dan 10 mendalami kaitan memori dengan metafora yang kita kembangkan. Ia juga menjelaskan bagaimana konsumen lebih kuat mengingat segala sesuatu bila dikemas sebagai suatu cerita. Sebaliknya, metafora yang kita gunakan untuk menyelaraskan bahasa pikiran konsumen juga diuntungkan dengan memori. Perpaduan ini membuat konsumen mampu melihat relevansi dirinya, dalam perusahaan atau produk tertentu. Penulis juga menguraikan peran ketiga factor metafora-memori-cerita dengan pengembangan merek.
Untuk lebih meyakinkan pembaca dengan gagasan-gagasannya, Zaltman melanjutkan pembahasan yang disajikannya dalam Bagian II Buku ini, Bab 11, Croqbars for Creative Thingking (hlm. 237) dan Bab 12, Quality Question, Be get Quality Ansers (hlm. 263) mendorong kita sealu berpikir kreatif, termasuk dalam merancang kuesioner. Meskipun bagian ini dirancang untuk melengkapi dan menutup buku, dalam beberapa hal justru terasa berlarus-larut.
Buku ini boleh disebut istimewa. Pertama, ide-idenya didukung oleh beberapa bidang keilmua. Mulai dari ilmu saraf hingga antropolosi, linguistic sampai psikologi. Tak mengherankan, Zaltman menyebutnya “beyond marketing”. Toh, yang penting adalah relevansinya bagi ilmu pemasaran dan perilaku konsumen. Kedua, gagasan-gagasan di buku ini didukung oleh riset formal, yang didasarkan fenomena riil konsumen. Validitasnya memungkinkan untuk diterapkan secara efektif dalam tataran praktis. Ketiga, meskipun yang dibahas hal-hal yang canggih dan maju serta sarat istilah teknis, penyampaian dan bahasanya tidak membuat kening berkerut. Apalagi Zaltman membekali pembaca dengan memberikan glosarium kunci yang mendalam di bagian awal buku.
Judul Buku : How Customer Think : Essential Insight Indo the Mind of the
Market
Pengarang : Gerald Zaltman
Penerbit : Harvard Business School Press, 2003
Jumlah Halaman : 323 halaman
Peulis resensi : M. Taufik Amir
Rahasia Salespeople Untuk Mencetak Penjualan Yang Sukses.
Bagi setiap perusahaan, penjualan adalah darah. Memiliki tenaga penjual yang tangguh merupakan keharusan bagi setiap perusahaan. Di sisi lainnya, konsumen masa kini telah menjadi semakin kritis. Dengan demikian, tugas dari seorang sales menjadi lebih berate dibandingkan periode sebelumnya.
Berdasarkan pemikiran demikian, AchieveGlobal – perusahaan konsultan yang memiliki 75 kantor di 43 negara melakukan serangkaian penelitian tentan gpenjualan dan penjual yang sukses.
Buku ini berisikan tentang praktek serta tips yang didasarkan pada penelitian. Buku ini dibagi menjadi 6 bagian, yaitu penjualan yang berfokus pada konsumen, memulai hubungan dengan konsumen, melakukan sales call yang sukses, berhubngan dengan masalah konsumen, berpartner dengan konsumen serta manajemen diri.
Yang dibutuhkan oleh konsumen masa kini adalah partner – bukan supplier belaka – yang memiliki saling pengertian akan isu serta tujuan bisns bersama serta memiliki hubungan yang lebih mendalam. Seorang tenaga penjual harus memiliki komitmen, keterlibatan, serta focus strategis.
Penjualan, dalam bentuk apapun, selalu dimulai dari memprospek. Sukses dalam mem-prospek membutuhkan persiapan, organisasi, keahlian suara, serta kesabaran. Agar sukses dalam penjualan, langkah pertama yang paling penting adalah berpikir bahwa kita adalah seorang pakar dalam industri yang kita tekuni, bukan semata seorang sales belaka. Pengetahuan merupakan hal yang peling penting untuk meningkatkan kesempatan kita. Pengetahuan yang dimaksud mencakup pengetahuan bisnis secara umum, pengetahuan produk, pengetahuan akan konsumen dan industrinya, serta pengetahuan akan kompetisi.
Hanya dalam hubungan yang sama-sama menanglah, sebuah bisnis dapat dipertahankan serta berkembang. Untuk membangun hubungan tersebut, konsumen mengkeendaki kita untuk memperhatikan mereka, jujur dan dapat dipercaya, memiliki kredibilitas, serta menciptakan nilai bagi konsumen.
Dalam melakukan presentasi bisnis, kita harus berfokus pada apa yang penting bagi konsumen sebelum kita mulai berbicara. Selalu hubungkan fitur dan manfaat dari produk atau servis kita terhadap isu bisnis konsumen serta tujuan strategisnya yang mencakup aspek financial, kinerja, serta citra.
Pada permulaan pertemuan, hal yang paling penting untuk dilakukan adalah mengemukakan agenda pertemuan serta manfaatnya bagi prospek kita tersebut. Setelah pertemuan dimulai, tugas seorang sales adalah berfokus pada kebutuhan konsumen serta apa yang penting bagi konsumen. Hal ini sangat penting untuk membangun gambaran yang jelas, akuran, serta komplit akan kebutuhan konsumen.
Seni dari penjualan masa kini terletak pada pengumpulan data, bukan pada penutupan. Penjual yang sukses mengumpulkan data dengan bertanya dengan cara konsultatif untuk mendapatkan pengertian penuh akan kebutuhan konsumen. Setelah mengumpulkan data, penjual tersebut akan menunjukan bahwa dia mengerti kebutuhan konsumen tersebut.
Seorang penjual yang sukses juga harus mampu menunjukkan bagaimana produknya mampu memenuhi kebutuhan serta memberikan manfaat bagi konsumen tersebut.
Bagian yang paling kritikal terletak pada penutupan. Pentup merupakan bagian yang paling menentukan untuk mendapatkan komitmen dari konsumen. Tutuplah sales call pada saat yang tepat. Ringkaslah manfaat yang dapat kita tawarkan, pastikan konsumen puas dengan respon kita, serta mintalah komitmen dari konsumen.
Skenario yang pertama ini adalah bahwa konsmen kita memiliki kebutuhan serta kita mampu untuk menawarkan manfaat. Segala sesuatunya berjalan dengan lancer. Bagaimana bila sebaliknya?
Konsumen yang tidak memiliki masalah dengan produknya yang sekarang merupakan sikap konsumen yang paling sulit untuk diatasi. Sales yang sukses akan selalu memandang sikap konsumen yang demikian sebagai kesempatan untuk membuka kebutuhan atau ketidakpuasan konsumen yang tdak teridentifikasi. Mulailah dengan permintaan izin untuk memberikan sedikit pertanyaan, baru kemudian mulai mencari kebutuhan atau ketidakpuasannya yang tidak teridentifikasikan.
Untuk mengatasi keberatan konsumen akan produk kita, hal yang paling tepat untuk dilakukan adalah memulainya dengan mengatakan bahwa kita mengertai permasalahannya, bukan malah sebaliknya mengatakan bahwa pandangan atau permintaannya tersebut terlalu berlebihan. Apabila produk kita memang memiliki kelemahan karena tidak mampu memenuhi kebutuhan konsumen tertentu, maka juurlah akan hal tersebut. Selain mengatakan apa yang dapat kita berikan, akui apa yang tidak dapat diberikan oleh produk kita. Setelah itu, strateginya adalah mengimbangi kelemahan tersebut dengan melihat gambaran besar serta keunggulah produk kita.
Tugas dari seorang tenaga penjual bukan hanya mencari konsumen baru saja, tetapi juga mempertahankan kosnumen. Kunci dari mempertahankan konsumen terletak pada hubungan yang dibangun. Pada awalnya, hubungan yang dibangun oleh seorang sales sebelum mendapatkan pesanan biasanya jauh lebih tinggi daripada yang diharapkan oleh konsumen. Namun sebaliknya, hubungan tersebut akan jauh lebih rendah daripada sebelumnya apabila telah mendapatkan pesanan. Inilah kelemahan dari pada sales biasar. Seorang sales yang sukses tidak akan melakukan penjualan yang seolah-olah “hit and run” saja.
Keseuksesan dari tenaga penjual juga bergantung pada kemampuan manajemen diri. Seorang sales yang baru harus banyak berguru pada sales senior. Kelola waktu dan teritori dengan bijaksana. Manfaatkan teknologi. Bekerja dalam bentuk tim. Siapkan rencana aksi setelah memahami isi buku ini.
Kekuatan dari buku ini terletak pada tips dan triksnya untuk meningkatkan pendekatan kita kepada konsumen secara psikologi. Secara singkat, penjual yang sukses memiliki kelebihan pada kemampuannya menunukkan empati pada konsumen berupa pengertian akan masalahnya. Penjual yang sukses mampu mempertahankan dan meningkatkan penjualannya dengan mempertahankan hubungannya secara berkesinambungan.
Sebuah buku yang sangat bermanfaat bagi tenaga penjual. Sangat diajurkan untuk dibaca oleh tenaga penjual yang baru ataupun yang ingin meningkatkan keahliannya. Wajib dimiliki oleh organisasi yang berkeinginan untuk memiliki tenaga penjual yang tough dan smart.
Judul buku : Secrets of Top Performing Salespeople
Pengarang : Edward R. Del Gaizo dkk.
Penerbit : Mc Grow Hill, 2004
Jumlah Halaman : 185 halaman
Penulis Resensi : Edison Lestari dan Rinny
Ten Deadly Marketing Sins
Dunia pemasaran masa kini penuh dengan kesalahan. Bahkan, di tingkat ekstrem disebut dosa. Pemasaran sekarang sungguh buruk. Memang, sebelum produk baru diluncurkan, selalu didahului dengan business plan yang baik. Namun kenyataannya, 75% dari produk itu gagal. Tentu saja, yang dimaksud buruk di sini bukanlah teori pemasarannya, melainkan aplikasinya.
Konsep 4 P-nya Jerome Mc Carthy sering kali diterjemahkan menjadi 1 P saja, sehingga pemasaran hanya diartikan sebatas promosi (promotion). Pemasaran juga sering diterjemahkan sebagai penjualan saja. Bukankah konsep yang benar adalah pemasaran bukanlah semata-mata kegiatan menjual?produk yang baik harus mampu menjual dirinya sendiri.
Didalam buku ini, Kotler mengidentifikasi dan membahas 10dosa pemaaran masa kini, lengkap dengan cirri-ciri dan solusinya. Dosa pertama, perusahaan tidak berfokus pada pasar dan tidak disetir oleh konsumen. Untuk hal ini, perusahaan harus lebih memperhatikan segmentasi pasar, dengan mencoba menyegmentasi berdasarkan keuntungan (benefit), nilai (value) dan sebagainya. Setelah disegmentasi, harus diprioritaskan. Penjualan dan pemasaran bukanlah pekerjaan orang penjualan dan pemasaran saja. Dalam hierarki perusahaan, konsumen seharusnya menduduki posisi tertinggi.
Dosa kedua, perusahaan tidak memiliki target pasar yang jelas. Hal ini ditandai dengan riset pemasaran yang telah kadaluarsa, kinerja competitor yang lebih baik, dan banyaknya keluhan konsumen. Untuk riset pemasaran, dapat digunakan metode analitikal seperti kebutuhan konsumen, preferensi konsumen, persepsi konsumen ataupun riset etnografi.
Dosa ketiga, kesalahan mendefinisikan dan memonitor competitor. Perusahan sering kali hanya berfokus pada competitor yang dekat, tidak memperhatikan competitor jauh dan teknologi baru. Dalam hal kompetisi ini perusahaan seharusnya juga memiliki intelijen persaingan.
Dosa keempat, menyangkut masalah hubungan dengan para stakeholder, misalnya para pekerja tidak merasa senang, perusahaan tidak dianggap menarik oleh pemasok dan sebagainya.
Dosa kelima, perusahaan kurang jeli dalam mengidentifikasi keuntungan. Hal ini ditandai dengan tidak adanya inovasi. Sebagai solusi, Kotler menawarkan konsep analisis peruhana politic, economy, social, technology, environment. Selain itu, konsep yang ditawarkan adalah lateral marketing (Kotler juga menulis buku mengenai hal ini dan diterbitkan dengan judul Lateral Marketing).
Dosa ke enam, dalam hal rencana pemasaran. Rencana pemasaran sering kurang logis, tidak memperhatian alternative financial, dan tidak memiliki rencana darurat. Rencana pemasaran haruslah memiliki pandangan baik jangka panjang maupun jangka pendek.
Dosa ketujuh, mengenai produk dan servis. Ciri-cirinya, banyak produk yang menghabiskan uang, terlalu banyak servis yang diberkan secara gratis, serta kesulitan dalam hal cross-selling. Perusahaan seharusnya memiliki kendali yang kuat terhadap produk, dan memutuskan manakah yang harus dihapus ataupun diperbaiki. Pelayanan semestinya ditawarkan dalam beberapa harga. Perusahaan mesti mampu melakukan cross-selling dan up-selling dengan baik.
Dosa kedelapan, berkaitan dengan brand building dan komunikasi yang lemah. Hal ini ditandai dengan konsumen yang tidak mengenal perusahaan kita ataupun konsumen yang tidak melihat perusahaan kita memiliki daya pembeda Tanda yang lain adalah anggaran yang tetap sama untuk materi promosi, serta tidak adanya perhitungan return on investment dalam pemasaran.
Dosa kesembilan, perusahaan kurang terorganisasi untuk pemasaran yang efektif dan efisien. Tandanya yang pertama adalah kepala pemasaran yang tidak efektif. Yang kedua, pekerja yang kurang memiliki keahlian pemasaran yang baru. Keahlian pemasaran yang dimaksud adalah positioning, manajemen asset merek, layanan dan experiential marketing, konumnikasi pemasaran teringegrasi, CRM, Manajemen database, dan sebagainya. Tanda kegita adalah departemen pemasaran yang tidak selaras dengan departemen lainnya. Singkat kata, sebuah perusahaan harus memiliki kepemimpinan pemasaran dan semangat tim.
Dosa kesepuluh atau terakhir, penggunaan teknologi. Perusahaan kurang menggunakan Internet, system otomasi penjualan yang ketinggalan zaman ataupun sedang mengembangkan marketing dashboard. Dalam hal teknologi, Kotler juga mengajurkan penggunaan e-chat dan e-research dalam pemasaran.
Setelah membaca buku ini, para insane perusahaan dianjurkan untuk duduk bersama, membahas kesalahan dan mencari penyelesaiannya.
Buku ini cukup gampang dicerna karena hal-hal yang disampaikan di dalamnya cenderung bersifat common sense. Setiap dosa tersebut dibahas dengan menguraikan tanda-tanda beserta solusinya. Setiap dosa dibahas secara singkat, secara umum hanya 6 – 12 halaman. Sepuluh dosa pemasaran yang dipaparkan dalam buku ini hanyalah hasil pemikiran Kotler. Akan lebih menyakinkan apabila sebelumnya diadakan riset seberapa banyak perusahaan yang memiliki dosa-dosa itu. Mungkin itulah kritik untuk buku ini.
Judul Buku : Ten Deadly Marketing Sins
Pengarang : Philip Kotler
Penerbit : John Wiley & Son Inc.
Jumlah Halaman : viii + 152 halaman
Penulis resensi : Edison Lestari dan Rinny